MATERI POKOK
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agama Islam yang mulia telah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia
menuju kebahagian dunia dan akherat. Namun banyak orang yang tidak
mengetahuinya dan banyak pula yang enggan menerimanya dengan dalih-dalih yang
beraneka ragam banyaknya.
Tidak dipungkiri lagi mengajak manusia untuk taat kepada Allah dan
beribadah hanya kepadaNya dizaman ini secara umum mengalami kesulitan dan
kendala. Terlalu banyak pemikiran dan isu yang menghalangi manusia mencapai
kebenaran yang dibawa agama Islam ini. Sebenarnya Allah telah menjanjikan
kemenangan dan kejayaan untuk islam dalam firman-Nya (Q.S at-Taubah : 33) yang
artinya : “Dialah Allah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk
(Al-Qur’an) dan agama yang benar untuk diunggulkan atas segala agama, walaupun
orang-orang musyrik tidak menyukai”.
Kemenangan islam ini diwujudkan dengan dakwah yang membutuhkan
perencanaan, pemilihan uslub yang pas dan pengenalan terhadap realita yang
digeluti masyarakat dalam masyarakat islam maupun non islam.
Demikian juga membutuhkan persiapan dan pembekalan para da’i agar siap
mengemban tugas menyebarkan kalimatullah diantara manusia dan untuk perbaikan
hati dan jiwa mereka. Semua ini ada dalam al-Qur`an dan sunnah Nabi yang menjelaskan
uslub dakwah yang baik dan pas. Juga ada contoh yang baik dalam menjalankan
dakwah dan mengajak bicara manusia serta perbaikan jiwa dan hati mereka.
Demikian juga di zaman kenabian telah ditetapkan ushul dakwah dan adab-adabnya.
Mengenal hal ini merupakan bekal yang bisa menjadikan da’i memiliki
senjata dalam dakwahnya. Tidaklah bagus amalan da’i di zaman apapun dan
dimanapun kecuali dengan memiliki ilmu kitabullah dan sunnah, mempelajari
ilmu-ilmu islam baik aqidah maupun syariat dan berhias dengan akhlak yang mulia
serta ittiba’ dalam menyampaikan dan menasehati umat ini sesuai dengan
perbedaan waktu dan tempat.
Dalam kajian singkat ini kita mencoba menjelaskan permasalahan Konsep
Hukum, Hak Asasi Manusia dan Demokrasi dalam Pandangan Islam dengan harapan
bisa mengetahui sebatas mana kebenaran isu ini dan syubhat yang dilontarkan
kepada kaum muslimin seputarnya.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana hukum dalam islam?
b. Apa
pengertian HAM?
c. Apa
perbedaan prinsip HAM barat dan dalam Islam?
d. Bagaimana
demokrasi dalam Islam?
1.3 Tujuan
Penulisan makalah ini
bertujuan untuk bertambahnya pemahaman konsepsi hukum dalam Islam, HAM dan
Demokrasi dalam Islam serta keterkaitan antara ketiganya. Dan agar dapat
membedakan antara pengertian HAM Barat dan HAM dalam pandangan Islam.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Hukum dalam Islam
Hukum
merupakan seperangkat norma atau aturan yang dibuat dengan cara-cara tertentu
dan ditegakkan oleh pemimpin sehingga tercapainya hak-hak manusia. Bentuk hukum
bisa berupa hukum tertulis dan tidak tertulis. Hukum tertulis berupa
perundang-undangan yang telah disusun sistematis oleh negara demi kesejahteraan
rakyat.
Demikian hukum tidak tertulis yaitu seperti hukum adat, hukum yang muncul karena kebiasaan atau adanya pengaruh-pengaruh eksternal maupun internal. Hukum adat terjadi sebagian karena pengaruh kepercayaan masing-masing. Seperti Bali mayoritas penganut agama hindu, sehingga seseorangpun jika tinggal disana sedikit banyak akan terpengaruh dan mengikuti adat dari Hindu, pengaruh-pengaruh spiritual seperti kepercayaan terhadap mistis menjadikan seseorang melakukan adat yang mungkin orang modern sekarang sangat tidak masuk akal seperti memberi sesajen diperempatan jalan dan lain sebagainya.
hukum dibuat oleh manusia untuk mengatur hubungan manusia satu sama lain dan harta bendanya. Tidak dengan hukum Islam yang langsung bersumber dari Firman Allah dan sebarkan melalui Rasul-Nya. Hukum Allah lebih luas cakupannya, karena tidak hanya membahas seputar mengatur hubungan manusia dengan manusia melainkan juga hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan dirinya sendiri masyarakat dan alam sekitarnya.
Demikian hukum tidak tertulis yaitu seperti hukum adat, hukum yang muncul karena kebiasaan atau adanya pengaruh-pengaruh eksternal maupun internal. Hukum adat terjadi sebagian karena pengaruh kepercayaan masing-masing. Seperti Bali mayoritas penganut agama hindu, sehingga seseorangpun jika tinggal disana sedikit banyak akan terpengaruh dan mengikuti adat dari Hindu, pengaruh-pengaruh spiritual seperti kepercayaan terhadap mistis menjadikan seseorang melakukan adat yang mungkin orang modern sekarang sangat tidak masuk akal seperti memberi sesajen diperempatan jalan dan lain sebagainya.
hukum dibuat oleh manusia untuk mengatur hubungan manusia satu sama lain dan harta bendanya. Tidak dengan hukum Islam yang langsung bersumber dari Firman Allah dan sebarkan melalui Rasul-Nya. Hukum Allah lebih luas cakupannya, karena tidak hanya membahas seputar mengatur hubungan manusia dengan manusia melainkan juga hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan dirinya sendiri masyarakat dan alam sekitarnya.
Hukum Islam dalam
pengertian secara syar’i digariskan dalam 2 garis besar yakni ;
Ibadah dan Mu’amalah.
Ibadah dan Mu’amalah.
1. Ibadah adalah amalan yang wajib
dilakukan oleh seorang muslim dalam menjalankan hubungan dengan Allah, seperti
shalat, membayar zakat, melaksanakan ibadah haji bagi yang telah mampu. Ini
adalah tata cara hukum dalam islam yang mutlaq, tidak pernah berubah hukumnya,
tidak pernah berkurang bahkan bertambah. Dengan demikian tidak mungkin terjadi
proses yang menyebabkan perubahan secara asasi menurut hukum, susunan dan tata
cara ibadah tersebut. Yang mungkin berubah hanyalaah alat-alat yang semakin
modern dan pelaksanaannya.
2. Mu’amalah mencakup hungan antara
manusia dengan sesamanya dalam berusaha mensejahterakan kehidupan sosial mereka
dengan usaha, berupa jual-beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, persekutuan dan
lain-lain.
Sumber sumber hukum islam
bisa kita fahami dari ayat Allah dalam surat Q.S An-Nisa’; 59
Artinya : “wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul-Nya dan ulil amri diantara kamu. Jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia pada Allah (Al-qur’an) dan Rasul (sunnahnya)
jika kamu benar-benar beriman kepadaa Allah dan hari akhir. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik(akibatnya)”.
Dari ayat tersebut dapat diperoleh
pemahaman bahwa umat islam dalam menjalankan agamanya harus didasarkan urutan :
1. Selalu mentaati Allah dan
mengindahkan seluruh ketentuan yang berlaku dalam Al-qur’an
2. Mentaati Rasulullah dan
memahami seluruh sunnah-sunnahnya
3. Mentaati ulil amri
4. Mengembalikan kepada
Al-qur’an dan alhadis jika terjadi perbedaan dalam menetapkan hukum
Untuk
memahami alqur’an dan alhadis tidaklah cukup dengan memaknainya secara
literlijk, ada suatu hal yang harus dipertimbangkan ketika membaca sebuah
teks-teks alqur’an dan alhadist, yaitu seperti kondisi masyarakat pada saat
turunnya ayat, juga harus melihat dari segi bahasa. Contohnya Nahwu, balaghah,
ilmu mantek.
berkaitan dengan hadist nabawi yang mengatakan bahwa semua Bid’ah adalah sesat, kita tidak bisa memukul kata. Nabi Muhammad SAW dalam hadist tersebut menggunakan lafadz “kullu” yang secara harfiyah berarti seluruh. Namun, pada dasarnya “kullu” tidak selamanya berarti seluruh tetapi berarti juga sebagian. ini bisa kita lihatdalam ayat al-qur’an Surat Anbiya’ ; 30, pada ayat ini, kita bisa melihat bahwa lafadz “kullu” yang ada dihadist nabawi tersebut tidaklah bermakna seluruhnya, tetapi sebagian. Begitu juga dengan Bid’ah, tidak seluruhnya dihukumi haram.
berkaitan dengan hadist nabawi yang mengatakan bahwa semua Bid’ah adalah sesat, kita tidak bisa memukul kata. Nabi Muhammad SAW dalam hadist tersebut menggunakan lafadz “kullu” yang secara harfiyah berarti seluruh. Namun, pada dasarnya “kullu” tidak selamanya berarti seluruh tetapi berarti juga sebagian. ini bisa kita lihatdalam ayat al-qur’an Surat Anbiya’ ; 30, pada ayat ini, kita bisa melihat bahwa lafadz “kullu” yang ada dihadist nabawi tersebut tidaklah bermakna seluruhnya, tetapi sebagian. Begitu juga dengan Bid’ah, tidak seluruhnya dihukumi haram.
Imam
Izzudin bin Abdus salam berpendapat bahwa bid’ah itu dibagi menjadi 5 ; Bid’ah
wajibah, muharromat, mandubah, makruhah dan mubahah. Sedangkan Imam Syafi’i
membedakan bid’ah menjadi 2 bagian, yakni Bid’ah Sayyiah (bid’ah yang buruk)
dan Bid’ah Hasanah (bid’ah kebaikan).
2.2 HAM dalam pandangan
Islam
Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa
dengan seperangkat hak yang menjamin derajatnya sebagai manusia. Hak-hak inilah
yang kemudian disebut dengan hak asasi manusia, yaitu hak yang diperoleh sejak
kelahirannya sebagai manusia yang merupakan karunia Sang Pencipta[1][1] tanpa mengganggu hak- hak orang lain. Dan hak ini harus dijaga yang
tidak boleh diabaikan. Rasulullah pernah bersabda, “ Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu”. Dan negara bukan hanya harus menahan diri
untuk tidak menyentuh hak-hak asasi ini melainkan mempunyai kewajiban
memberikan dan menjamin hak-hak ini. Sebagai contoh negara wajib menjamin
perlindungan sosial terhadap rakyatnya tanpa melihat perbedaan Ras, jenis
kelamin dan sebagainya. Dan Islam sangat menjunjung tinggi hak-hak asasi ini,
seperti yang terjadi pada zaman kepemimpinan Abu Bakar as-Shiddiq, beliau
memerangi orang –orang yang tidak mau membayar zakat.
begitupun pembelaan Rasullah yang gigih dalam menegakkan HAM ini lewat pertemuan besarnya pada Haji wada’.
Dari Umamah bin Tsa’balah, nabi SAW bersabda, “ Barangsiapa merampak hak seorang muslim, maka dia telah berhak masuk neraka dan haram masuk surga.” Seorang pria berkata, “meskipun itu sesuatu yang kecil?” beliau menjawab, “ meskipun hanya sebatang kayu arak.” HR. Muslim
begitupun pembelaan Rasullah yang gigih dalam menegakkan HAM ini lewat pertemuan besarnya pada Haji wada’.
Dari Umamah bin Tsa’balah, nabi SAW bersabda, “ Barangsiapa merampak hak seorang muslim, maka dia telah berhak masuk neraka dan haram masuk surga.” Seorang pria berkata, “meskipun itu sesuatu yang kecil?” beliau menjawab, “ meskipun hanya sebatang kayu arak.” HR. Muslim
Islam
berbeda dengan sistem lain dalam menyikapi bahwa hak-hak manusia sebagai hamba
Allah tidak bisa tergantung pada pemimpin dan Undang-undangnya, melainkan
semuanya harus mengacu pada yang telah disyariatkan dalam islam. Sampai
shadaqohpun tetap dipandang ebagai hal-hal yang besar lainnya. Misalnya Allah
melarang beshadaqoh(berbuat baik) melalui cara yang buruk. “ dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk
lalu kamu nafkahkan daripadanya..” (Q.S Ali Imron ; 267)
Hak dibagi dalam beberapa
pengelompokan, yakni :
1.
Hak-hak Alamiyah yang telah diberikan Allah kepada seluruh umat yang diciptakan
dari unsur yang sama dan dari sumber yang sama pula. Hak Alamiyah mencakup, hak
kebebasan pribadi, beragama dan hak
bekerja.
2. Hak hidup mecakup hak kepemilikan, hak
berkeluarga, hak keamanan, hak keadilan, hak saling membela dan hak keadilan
dan persamaan.
2.3 HAM dalam pandangan
Barat
Hak asasi
manusia ini muncul setelah Revolusi
Perancis, Pada waktu para tokoh borjuis
berkoalisi dengan tokoh-tokoh gereja untuk merampas hak-hak rakyat yang telah
mereka miliki sejak lahir. Akibat dari penindasan panjang yang dialami
masyarakat Eropa dari kedua kaum ini, muncullah perlawanan rakyat dan yang
akhirnya berhasil memaksa para raja mengakui aturan tentang hak asasi manusia.
Dalam HAM barat, manusia lah yang menjadi tolak ukur segala sesuatu. Hal ini
dikarenakan manusia menjadi pusat segala sesuatu, dan bangsa Barat beranggapan
bahwa kebebasan manusia itu merupakan suatu hak asasi.
Secara
umum HAM dibagi menjadi dua yaitu:
- Hak asasi alamiah
manusia sebagai manusia, yaitu menurut kelahirannya, seperti: hak hidup,
hak kebebasan pribadi dan hak bekerja.
- Hak asasi yang
diperoleh manusia sebagai bagian dari masyarakat sebagai anggota keluarga
dan sebagai individu masyarakat, seperti: hak memiliki, hak
berumah-tangga, hak mendapat keamanan, hak mendapat keadilan dan hak
persamaan dalam hak.
Terdapat berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai hak asasi manusia
menurut pemikiran barat, diantaranya :
- Pembagian hak menurut
hak materiil yaitu: hak keamanan, kehormatan dan pemilihan serta tempat
tinggal, dan hak moril, yang termasuk di dalamnya: hak beragama, hak
sosial dan berserikat.
- Pembagian hak menjadi
tiga: hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan kehidupan rohani, dan
hak kebebasan membentuk perkumpulan dan perserikatan.
Pembagian
hak asasi ini semata mata hanya untuk membendung pengaruh Sosialisme dan
Komunisme, partai-partai politik di Barat mendesak agar negara ikut
campur-tangan dalam memberi jaminan hak-hak asasi seperti untuk bekerja dan
jaminan sosial.
Perbandingan antara HAM versi Islam dengan
Konsep HAM barat
1. Sisi Sumber Pengambilan Hukumnya
HAM barat dibuat oleh manusia sehingga
kebenarannya masih tidak dapat di pertanggung jawabkan atau tidak luput dari
kesalahan. Sedangkan HAM dalam islam di ambil dari kitap suci al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah yang tidak berbicara dengan hawa
nafsu. Sehingga Ham versi syariat adalah Rabbaniyatul mashdar.
2. Konsekuensi
hukuman
Konsekuensi HAM barat hanyalah sekedar konsep dan harapan yang berasal dari PBB tidak ada
paksaan dan konsekuensi hukum dan tidak juga ada konsekuensi bila tidak dapat
dijalankan dengan satu hukum undang-undang. Sedangkan HAM dalam islam bersifat
abadi, pati, memiliki konsekuensi hukum dan tidak menerima pelaksanaan parsial,
penghapusan dan perubahan. Setiap individu harus melaksanakannya dengan
berharap pahala dari Allah dan takut dari adzab-Nya. Siapa yang sengaja
mentelantarkannya maka pemerintah dalam islam berhak memaksanya untuk
melaksanakan dan menerapkan hukuman syar’i atasnya pada keadaan tidak
dilaksanakannya hal tersebut.
3. Lahirnya istilah HAM
HAM dunia pertama kali ada pada tahun 1215 M atau diabad ke 13 Masehi.
Sedangkan islam mengenal konsep dan HAM sejak awal munculnya Islam.
4. Perlindungan HAM dan Jaminannya
Dalam HAM barat perlindungan internasional tidak ada kecuali hanya himbauan etika dan
usaha-usaha yang belum sampai pada batas pelaksanaannya. Hal ini dibagi menjadi
dua diantaranya yaitu:
a) Usaha kesepakatan berdasar umum dan
pengakuan antara seluruh negara
b)
Usaha meletakkan hukuman yang dipakai untuk menghukum negara yang
melanggar HAM.
Hal ini pada dasarnya hanya
tersurat saja dan cenderung pada hasrat manusia itu sendiri. Sedangkan HAM
dalam islam, HAM tersebut adalah anugerah Allah kepada manusai sebagai
pelindung dan penjamin. Hal itu karena:
a. Suci yang terselubungi kewibawaan dan
pemuliaan, dikarenakan turun dari sisi
Allah sehingga menjadi penghalang bagi pribadi dan pemerintah secara sama dari
melanggar dan melampai batasannya.
b. Pemuliaanya bersumber dari dalam diri
yang beriman kepada Allah.
c. Tidak bisa di hilangkan,
dihapus dan dirubah.
d. Tidak ada sikap ektrim baik terlalu
melampaui batas atau tidak dihiraukan.
Ditambah lagi untuk menjaga
HAM dan syariat, diadakan Hudud syari’at dan aturan peradilan untuk melindungi
HAM.
5. Bersifat universal
Dalam HAM islam memiliki keistimewaan atas selainnya dalam keuniversalan
konsep HAM nya. Sebagian HAM dalam islam yang belum tercantum dalam HAM dunia
ialah:
a)
Hak anak yatim, dalam HAM internasional hanya ada isyarat pemeliharaan anak
yatim saja. Sedangkan dalam islam ada perhatian khusus terhadap anak yatim,
penjagaan hak-haknya dan anjuran berbuat baik kepada mereka dengan seluruh
jenis kebaikan. Bahkan memberikan pahala atas hal tersebut. Allah berfirman:
“Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan
kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu Makan harta mereka bersama
hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa
yang besar.” (an-Nisaa’: 2 ).Bahkan memberikan balasan terhadap orang yang
memakan harta yatim dengan zhalim seperti dalam firman Nya: “Sesungguhnya
orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu
menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang
menyala-nyala (neraka).” (an-Nisa`: 10)
b)
Hak orang yang lemah akalnya. Islam memberikan perhatian dan menjaga hak-hak
mereka, seperti dijelaskan dalam firman Allah : “Dan janganlah kamu serahkan
kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam
kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka
belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka
kata-kata yang baik.” (an-Nisaa’: 5)
c) Hak Waris. Hak ini banyak
diabaikan dan tidak diperhatikan dalam HAM internasional, namun islam
memberikan perhatian yang besar atas hak waris ini hingga menjelaskan semua
tata cara pembagiannya dengan lengkap dalam al-Qur`an. Seperti dijelaskan dalam
firman Allah: “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan
ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian
yang telah ditetapkan.”(an-Nisaa`: 7).
Bahkan nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: “Sampaikan
bagian warisan kepada ahlinya lalu yang tersisa untuk lelaki yang paling
berhak.” (HR al-Bukhori)
d) Hak membela diri. Hak ini tidak disampaikan
juga dalam HAM dunia, Di dalam islam disampaikan Allah dalam beberapa ayat dan
juga dalam beberapa hadits, seperti firman Allah: “Bulan Haram dengan bulan
haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati Berlaku hukum qishaash. oleh sebab
itu Barangsiapa yang menyerang kamu, Maka seranglah ia, seimbang dengan
serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah
beserta orang-orang yang bertakwa.” (Al-Baqarah: 194)
Bahkan Allah perintahkan Jihad dan mempersiapkannya untuk itu, seperti
firman Allah : “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang
kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan
persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang
selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa
saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup
kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (al-Anfaal:60)
e) Hak memaafkan. Pernah
ada muktamar HAM yang diadakan kementrian hukum (Wizarah al-‘Adl) Saudi Arabia
pada bulan shofar 1392 H bertepatan dengan bulan maret 1972 M dengan dihadiri
sebagian tokoh HAM dunia. Setelah adanya penjelasan tentang HAM versi Syaria
tislam, maka Pimpinan delegasi Komisi HAM dunia dalam pertemuan tersebut
bernama Mr. Max Braid menyatakan: “Dari sini dan dari negeri islam ini, wajib
untuk menampakkan HAM bukan dari negara lain dan wajib bagi ulama muslimin
untuk menyebarkan hak-hak yang tidak diketahui oleh internasional dan ketidak
tahuan hal ini yang menjadi sebab rusaknya wajah islam dan muslimin serta hukum
islam.”
Bahkan salah seorang anggota delegasi sempat berkomentar: “Saya sebagai
seorang nashrani mengumumkan bahwa dinegeri ini Allah disembah secara
hakekatnya (benar) dan para ilmuwan sepakat menyatakan hukum-hukum al-Qur`an
telah menjelaskan masalah HAM setelah mendengarnya dan melihat langsung realita
penerapannya.
2.4 Demokrasi Islam
Secara
etimologi (lughawi), kata Demokrasi yaitu Democratie berasal dari bahasa
Yunani, yang terdiri dari kata : demos
yang berarti rakyat dan cratos yang
berarti kekuasaan. Lebih dikenal dengan istilah Kedaulatan Rakyat, rakyatlah
yang berkuasa dan berhak mengatur dirinya sendiri. Makna kata ‘Kedaulatan’ itu
sendiri ialah “sesuatu yang mengendalikan dan melaksanakan aspirasi”.
Secara
terminologi (ishtilaahi), Demokrasi secara lugas ialah Sistem Pemerintahan yang
secara konseptual memiliki prinsip dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Maka, dikenal istilah vox populi vox dei
(suara rakyat suara Tuhan).
Demokrasi
menurut Islam dapat diartikan seperti musyawarah, mendengarkan pendapat orang
banyak untuk mencapai keputusan dengan mengedepankan nilai – nilai keagamaan.
Konsep
demokrasi tidak sepenuhnya bertentangan dan tidak sepenuhnya sejalan dengan
Islam
1. Demokrasi tersebut harus
berada di bawah payung agama.
2. Rakyat diberi kebebasan
untuk menyuarakan aspirasinya.
3. Pengambilan keputusan
senantiasa dilakukan dengan musyawarah.
4. Suara mayoritas tidaklah
bersifat mutlak meskipun tetap menjadi pertimbangan utama dalam musyawarah.
5. Musyawarah atau voting
hanya berlaku pada persoalan ijtihadi; bukan pada persoalan yang sudah
ditetapkan secara jelas oleh Alquran dan Sunah.
6. Produk hukum dan kebijakan yang diambil tidak boleh keluar dari nilai-nilai agama.
7. Hukum dan kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh semua warga
6. Produk hukum dan kebijakan yang diambil tidak boleh keluar dari nilai-nilai agama.
7. Hukum dan kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh semua warga
Banyak
kalangan non-muslim (individual dan institusi) yang menilai bahwa tidak
terdapat konflik antara Islam dan demokrasi dan mereka ingin melihat dunia
Islam dapat membawa perubahan dan transformasi menuju demokrasi. Robin Wright,
pakar Timur Tengah dan dunia Islam yang cukup terkenal menulis di Journal of
Democracy (1996) bahwa Islam dan budaya Islam bukanlah penghalang bagi
terjadinya modernitas politik.
Dalam menjelaskan sejumlah miskonsepsi umum di
Barat, Graham E Fuller (mantan Wakil Direktur National Intelligence Council di
CIA) menulis di Jurnal Foreign Affairs: “Kebanyakan peneliti Barat cenderung
untuk melihat fenomena politik Islam seakan-akan ia sebuah kupu-kupu dalam
kotak koleksi, ditangkap dan disimpan selamanya, atau seperti seperangkat teks
baku yang mengatur sebuah jalan tunggal. Inilah mengapa sejumlah sarjana yang
mengkaji literatur utama Islam mengklaim bahwa Islam tidak kompatibel dengan
demokrasi. Seakan-akan ada agama lain yang secara literal membahas demokrasi”.
Banyak kalangan sarjana Islam yang kembali mengkaji akar dan khazanah Islam dan
secara meyakinkan berkesimpulan bahwa Islam dan demokrasi tidak hanya
kompatibel; sebaliknya, asosiasi keduanya tak terhindarkan, karena sistem
politik Islam adalah berdasarkan pada Syura (musyawarah). sejumlah intelektual
dan sarjana Islam lain yang bersusah payah berusaha mencari titik temu antara
dunia Islam dan Barat menuju saling pengertian yang lebih baik berkenaan dengan
hubungan antara Islam dan demokrasi. Karena, kebanyakan diskursus yang ada
tampak terlalu tergantung dan terpancang pada label yang dipakai secara
stereotip oleh sejumlah kalangan. Realitasnya adalah bahwa Islam tidak hanya kompatibel
dengan aspek- aspek definisi atau gambaran demokrasi di atas, tetapi yang lebih
penting lagi, aspek-aspek tersebut sangat esensial bagi Islam. Apabila kita
dapat melepaskan diri dari ikatan label dan semantik, maka akan kita dapatkan
bahwa pemerintahan Islam, apabila disaring dari semua aspek yang korelatif,
memiliki setidaknya tiga unsur pokok, yang berdasarkan pada petunjuk dan visi
Alquran di satu sisi dan preseden Nabi dan empat Khalifah sesudahnya (Khulafa
al-Rasyidin) di sisi lain.
Pertama, konstitusional. Pemerintahan Islam esensinya merupakan sebuah
pemerintahan yang `’konstitusional”, di mana konstitusi mewakili kesepakatan
rakyat (the governed) untuk diatur oleh sebuah kerangka hak dan kewajiban yang
ditentukan dan disepakati. Bagi Muslim, sumber konstitusi adalah Alquran,
Sunnah, dan lain-lain yang dianggap relevan, efektif dan tidak bertentangan
dengan Alquran dan Sunnah.
Kedua, partisipatoris. Sistem politik Islam adalah partisipatoris. Dari
pembentukan struktur pemerintahan institusional sampai tahap implementasinya,
sistem ini bersifat partisipatoris. Ini berarti bahwa kepemimpinan dan
kebijakan akan dilakukan dengan basis partisipasi rakyat secara penuh melalui
proses pemilihan populer. Aspek partisipatoris ini disebut proses Syura dalam
Islam
Ketiga, akuntabilitas. Poin ini menjadi akibat wajar esensial bagi
sistem konstitusional/partisipatoris. Kepemimpinan dan pemegang otoritas
bertanggung jawab pada rakyat dalam kerangka Islam. Kerangka Islam di sini
bermakna bahwa semua umat Islam secara teologis bertanggung jawab pada Allah
dan wahyu-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar