Senin, 05 Juni 2017

SOSIOLINGUISTIK


Bahasa dan Jenis Kelamin 




Disusun Oleh :
1.      HERIYANTO (1534411021)
2.      ISMAWATI (1534411031)
3.      INDAH TRIA MEIKAWATI (1534411030)




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PGRI BANGKALAN
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
          Dalam kehidupan sehari-hari bahasa selalu digunakan, baik dalam situasi resmi maupun tidak resmi. Setiap hari manusia tidak terlepas dari bahasa untuk menjalin kerjasama. Bahasa digunakan sebagai penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain. Agar interaksi berhasil dan sesuai dengan kebutuhan, makna yang perlu diperhatikan dan dipahami ialah struktur bahasa dalam hal kategori pendamping dan kategori penghubung yang dimunculkan dalam interaksi tersebut.
          Pengkajian secara eksternal inilah yang dihasilkan rumusan-rumusan yanh berkaitan dengan kegunaan dan pengunaan bahasa tersebut dalam segala kegiatan manusia di dalam masarakat. Pengkajian secara eksternal ini tidak hanya melibatkan teori dan presedur linguistik saja, tetapi juga melibat kan teori dan prosedur disiplin lain yang berkaitan dengan kegunaan bahasa itu. Sehingga wujudnya berupa wujudnya berupa ilmu antardisiplin yang namanya merupakan gabungan dari disiplin ilmu-ilmu yang bergabung itu, umpanya sosiolinguistik.
          Sosiolinguistik merupakan merupakan gabungan antara disiplin sosiologi dan disiplin linguistik dengan bahasa sebagai objek kajianya. Namun satu hal yang harus digarisbawahi bahwasanya bahasa sebagai opjek kajian sosiolinguistik tdak dilihat maupun didekati sebagai bahasa, melainkan dan didekati sebagai sarana intraksi atau komunikasi di dalam masyarakat manusia.
Sosiolinguistik adalah kajian interdisipliner yang mempelajari pengaruh budaya terhadap cara suatu bahasa digunakan. Dalam hal ini bahasa berhubungan erat dengan masyarakat suatu wilayah sebagai subjek atau plaku bahasa sebagai alat komunikasi dan intraksi antara klompok yang satu dengan yang lain.

1.2 Rumusan Masalah
1.      Bagaimana gerak anggota Badan dan Ekspresi Wajah pria dan wanita dalam menggunakan bahasa?
2.      Bagaimana Suara dan Intonasi pria dan wanita dalam menggunakan bahasa?
3.      Bagaimana Teori Tabu dipakai oleh pria dan wanita dalam menggunakan bahasa?



1.3 Tujuan
          Dalam pembahasan ini, tujuan yang ingin dicapai adalah untuk menhgetahui bagaimana gerak anggota Badan dan Ekspresi Wajah pria dan wanita dalam menggunakan bahasa dan bagaimana Suara dan Intonasi pria dan wanita dalam menggunakan bahasa serta bagaimana Teori Tabu dipakai oleh pria dan wanita dalam menggunakan bahasa.





























BAB II
Kajian Pustaka
2.1 Bahasa dan Jenis Kelamin
          Aspek pembeda kebahasaan yang tidak selalu ada dalam bahasa adalah jenis kelamin. Menurut penelitian memang ada sejumlah masyarakat , tutur pria berbeda dengn tutur wanita. Dalam penelitian- Multamia dan Basuki (dalam Saleh dan Mahmudah,2006) mengutip beberapa pandangan para pakar penelitian linguistic, terkadang wanita tidak dipakai sebagai informan karena alasan-alasan tertentu. dialektologi tradisional tentang wanita yang akan dijadikan informan.
Berkaitan dengan pengambilan responden/informan, Kurath (dalam Sumarsono dan partana,2002) mengemukakan :
“…mereka, yaitu responden, haruslah laki-laki karena dalam masyrakat tutur barat tutur wanita cenderung lebih sadar-diri dan sadar-kelas daripada tutur lai-laki….”
Wanita cenderung mempunyai sikap “hiperkorek” sehingga dianggap mengaburka situasi yang sebenarnya yang dikehendaki oleh para peneliti karena mereka dianggap sebagai warga Negara kelas dua, sehingga mereka memunculkan gerakan emansipasi kemudian mencetuskan slogan “Lefemme sans nom, lefemme sans voix” (wanita itu tanpa nama, wanita itu tanpa suara” untuk bergerak wanita yang lahir disebut miss X dan X adalah nama bapaknya. Karena posisi itu wanita berusaha keras dengan segala cara untuk meningkatkan dirinya sederajat dengan laki-laki dan salah satu cara yang paling efektif adalah dengan memakai bahasa ragam baku sebaik-baiknya. Mengapa demikian? Karena ragam baku mempunyai konotasi “terpelajar”, berstatus, berkualitas, dan kompeten, independen dan kuat, berdasarkan ciri-ciri itu, Elyan meneliti tutur wanita ketika memakai ragam baku yang disebut sebagi RP (reseived pronounctiation, lafal yang berterima), suatu lafal yang paling bergengsi di Inggris. Hasilnya di rumuskan sebagai berikut :
“..kalau wanita itu memakai aksen RP lebih dari sekadar aksen regional/setempat, hal itu dirasakan lebih menyerupai laki-laki dalam hal ciri-ciri kepribadian tertentu dan juga feminism (sehingga wanita bersifat androgini atau mendua” (Sumarsono dan Partana dalam Saleh dan Mahmudah,2006)walupun berbagai pihak menolak wanita sebagia responden, di lain pihak ada pula linguis yg cenderung memakai wanita sebagai responden seperti yang dilakukan Watburg (dalam Sumarsono dan Pantan,2002:100).



Hipotesis yang selama ini di anut secara universal menyatakan bahwa wanita lebih sopan daripada laki-laki dalam berbahasa (Sachiko Ide, et. Al. dalam Ohoiwutun, 1997:89), dan sebagainya membuktikan secara empiris bahwa wanita lebih banyak menggunakan ragam bahasa sopan. Kata, bunyi dan tata kalimat dalambahasa kaum wanita memberikan sumbangan cukup besar dalam membangun gaya berkomunikasi yang lebih sopan. Menurut Brown (dalm Ohoiwutun, 1997:890 berdasarkan bukti penelitian Tzeltal, terdapat korelasi yang cukup meyakinkan antara sopan-santun berbahasa dengan posisi social wanita. Ia menegaskan bahwa sifat- sifat kebahasaan wanita merupakan refelksi posisinya yang kurang beruntung serta lebih rendah dari pria.
Perbedaan bahasa antara pria dan wanita dapat dilihat dari berbagai aspek yaitu :
2.1.1  Gerak Anggota Badan dan Ekspresi Wajah
          Anggota badan (gesture) dan ekspresi wajah adalah dua hal yang pasti ada dalam setiap masyarakat bahasa, tetapi, berbeda anatara pria dan wanita. Gesture adalah gerak anggota badan seperti kepala , tangan dan lainnya. Gesture berlaku untuk semua tanpa membedakan jenis kelamin  Misalnya, kita mengatakan “ya” terkadang disertai anggukan kepala. Dalam hal ekspresi wajah wanita di Indonesia cenderung memperermainkan bibir dan matanya disbanding pria.
2.1.2  Suara dan Intonasi
          Banyak orang yang bisa membedakan suara wanita dan pria, karena volume suara pria cenderung lebih besar. Dari segi wicara terlihat pada beberapa suku di Indonesia suara wanita lebih lembut dibanding pria. Dalam hal intonasi, intonasi akhir wanita memanjang yang dikenal di Indonesia suara maja khas wanita yang lembut dan lambat.
2.1.3  Teori Tabu
          Tabu bukan hanya menyangkut ketahkutan terhadap roh gaib melainkan juga berkaitan dengan sopan santun dan tatakrama pergaulan social. Dalam masyarakat Indonesia terutama bahasa daeraha sering dikatakan wanita lebih banyak menghindar penggunaan kata-kata yang berhubungan dengan alat kelamin atau kata-kata kotor lain. Kata-kata ini seolah ditabukan bagi wanita atau seolah-olah menjadi monopoli pria.






BAB III
PEMBAHASAN
3.1  Gerak Anggota Badan dan Ekspresi Wajah
          Menurut penelitian kami di ruangan perpustakaan STKIP PGRI Bangkalan, bahwa ekspresi wajah dan gerak tubuh seorang pria dan wanita  sangatlah berbeda jauh perbedaannya yaitu dari segi berbicara, bergerak, serta keseriusan dalam belajar dan
Membaca.

 Jika pria saat berbicara dengan gerak anggota badan  ekspresi wajah:  
          Pria cenderung tidak banyak bebicara dan pria berbicara secara langsung atau berbicara pada intinya dengan gerak tubuh hanya menggunakan tangan saja. Pria jika berbicara dalam posisi tubuh bersila dan membungkukkan badannya. Priasaat berbicara mimik wajahnya datar atau biasa saja saat berbicara dan sangat santai. Pria juga sering menggunakan gerak tubuh dengan tangan yang berada di bawah dagu. Dan pria juga lebih peka dalam situasi apapun.

Jika wanita saat berbicara dengan gerak anggota badan dan ekspresi wajah:
          Wanita cenderung sangat heboh saat berbicara dengan gerakan tubuh hamper semuanya baik itu tangan, bibir bahkan kaki yang sering berselonjor saat lelah mengerjakan tugas dengan ekspresi wajah  cemberut dan menyeramkan, Wanita juga sangat cenderung mengeluarkan pembicaraan yang lebih banyak dari pada pria, Wanita saat berbicara menggunakan mimik  wajah yang ceria jika tidak dalam keadaan lelah dan cenderung mengeluh saat ia merasa sudah kelelahan. Wanita juga menggunakan tangannya. Tapi wanita cenderung menyentuh bagian kepalanya saat ia tidak mengerti dalam sebuah pembicaraan. Wanita cenderung menyender di dinding saat berbicara dan posisi tubuh lurus dan dengan ekspresi wajah yang tersenyum.










3.2 Suara dan Intonasi pada Pria dan Wanita
          Dari penelitian kami wanita kebanyakan cenderung menggunakan suara yang lantang dan banyak membicarakan hal yang tidak perlu dibicarakan dengan intonasi yang sangat
cepat sehingga tidak tau di mana letak permasalahannya serta titik, komanya saat berhebti berbicara dan cenderung lebuh crewet, dan wanita juga sering menggunakan intonasi yang sangat tinggi jika saat ia marah dan tidak sesuai dengan keinginannya saat berargumen dengan teman bicaranya.
          Sedangkan pria, sangat cenderung menggunakan suara yang rendah dari pada wanita saat berbicara karena pria sangat mengerti dalam situasi dan kondisi di sekitarnya seperti contoh di dalam perpustakaan STKIP PGRI Bangkalan, malah yang terdengar di dalam perpustakan itu lebih banyak dan lebih lantang suara wanita dari pada pria.

3.3 Teori Tabu yang Dipakai oleh Pria dan Wanita dalam Menggunakan Bahasa
Jika pria penggunaaan bahasanya tidah sepantasnya diucapkan:
          Pria mengucapkan kata-kata yang kotor seperti anjing, anjing menurut bahasa Indonesia itu adalah nama hewan sedangkan menggunakan bahasa Madura anjing mempunyai arti sebagai kata kotor yang tidak harus di ucapkan ataau tidak pantas diucapkan oleh manusia.
   Jika wanita cenderung mengucapkan dengan bahasa yang lebih halus:
          Wanita menggunakan bahasa yang lebih halus dari pada pria seperti payudara, payudara menurut bahasa Indonesia. Sedangkan pada bahasa Madura di ucapkan sebagai kata kotor yang tidak pantas untuk di ucapkan sehari-hari.












BAB IV
PENUTUP

4.1 SIMPULAN
          Bahwasanya pria lebih menggunakan ekspresi wajah yang datar dan bisaserta dengan anggota badan dengan tangan yang di pangkukan pada bawah dagu dan wanita lebih cebderung meggunakan ekspresi wajah yang ceria saat bahagia tapi pada saat marah dan terdapat masalah wanita cenderung lebih seram dari pada ekspresi wajah pria dengan gerak tubuh yang menggerakkan hamper seluruh anggota tubuhnya.
          Pria saat berbicara suaranya lebih pelan dari pada wanita karena pria tahu situasi dan kondisi yang ada di sekitarnya serta lebih mengontrol intonasi suara yang dibicarakan pada teman bicaranya dari pada wanita, wanita cenderung sangat crewet dan awal bicara dengan intonasi yang sangat keras.
          Jadi teori tabu yang digunakan pria dan wanita sangatlah jauh berbeda jika pria cenderung lebih menggunakan kata atau bahasa yang kasar dan tidak pantas untuk di ucapkan,sedangkan wanita lebih menggunakan bahasa yang lebih halus

4. 2 SARAN
          Adapun saran yang dapat kami sampaikan melalui penelitian kami dalam bentuk makalah adalah semua pihak harus bekerjasama dalam upaya penanggulangan permasalahan pokok kebahasaan baik dari gerak anggota badan dan ekspresi wajah, suara dan intonasi dan teori tabu yang di gunakan oleh pria dan wanita. Untuk meminimalisir dampak negaif yang disebabkan oleh permasalahan pokok tersebut maka harus ada perencanaan yang baik terhadap sistem bahasa. Meningkatkan kualitas bahasa dalam usaha peningkatan mutu bahasa. Serta penyediaan sarana dan prasarana yang lebih efektif dan efisien.









DAFTAR PUSTAKA



Sumarsono. 2014. Sosiolinguistik.  Yogyakarta: pustaka pelajar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar